Jepang Alami Resesi Seks Hingga Mengakibatkan Sekolah Tutup

Di Jepang, makin bertambah peristiwa ‘resesi seks’. Kritis populasi di negeri sakura itu mengakibatkan banyak sekolah tutup.

Dalam kabar berita Reuters akhir minggu tempo hari, dua pelajar namanya Eita Sato dan Aoi Hoshi jadi salah satu dan alumnus paling akhir di SMP Yumoto, di Dusun Ten-ei, Prefektur Fukushima, utara Jepang. SMP tersebut akan ditutup dengan tetap, sesudah 76 tahun berdiri.

“Kami dengar rumor mengenai penutupan sekolah pada tahun ke-2 kami, tapi saya tidak memikirkan itu akan betul-betul terjadi. Saya kaget,” kata Eita, d ikutip Senin (24/4/2023).

Peristiwa tutupnya sekolah terjadi karena angka kelahiran di Jepang jeblok bisa lebih cepat dari yang diprediksi. Jumlah ini bertambah khususnya di wilayah perdesaan seperti Ten-ei, tempat ski pegunungan dan mata air panas di prefektur Fukushima yang sudah rasakan depopulasi.

Dalam pada itu, Pertama Menteri Fumio Kishida sudah janjikan beberapa langkah untuk tingkatkan angka kelahiran. Terhitung melipatgandakan bujet untuk peraturan berkaitan anak.

Kishida menjelaskan jaga lingkungan pendidikan penting. Tetapi sedikit yang sudah menolong selama ini.

Sebetulnya jebloknya angka kelahiran adalah permasalahan besar yang menerpa beberapa negara regional Asia. Tidak cuma Jepang, peristiwa krisis sex ini terjadi di Korea Selatan dan China.

Jebloknya Angka Kelahiran di Jepang

Angka kelahiran di Jepang turun sampai 800.000 pada 2022, yang sekalian jadi rekor paling rendah baru. Prediksi pemerintahan menyebutkan depopulasi 8 tahun lebih awalnya dari yang diharap.

Peristiwa ini memberikan pukulan tepat untuk sekolah umum yang semakin lebih kecil. Walau sebenarnya ini sering jadi jantung kota dan dusun perdesaan.

Berdasar data pemerintahan, sekitaran 450 sekolah tutup tiap tahun. Di antara tahun 2002 dan 2020, nyaris 9.000 sekolah tutup pintu mereka selama-lamanya, hingga susah untuk wilayah terasing untuk menarik warga baru yang berumur lebih muda.

Ten-ei, sebuah dusun dengan penduduk kurang dari 5.000, mempunyai cuma sekitaran 10% di bawah umur 18 tahun. Pada pucuknya tahun 1950, dusun ini mempunyai lebih dari 10.000 warga karena support pertanian dan manufacturing.

Tapi ketaknyamanan dan keterkucilan wilayah yang makin bertambah menggerakkan warga untuk keluar dari daerah itu.

Depopulasi semakin bertambah cepat sesudah musibah 11 Maret 2011 di pembangkit nuklir Fukushima Dai-ichi yang memiliki jarak kurang dari 100 km (62 mil), di mana Ten-ei menanggung derita beberapa kontaminasi radioaktif yang sudah dibikin bersih.

Sementara sekolah Yumoto, sebuah bangunan dua lantai yang berada di pusat area, mempunyai sekitaran 50 alumnus /tahun selama saat kemasyhurannya pada tahun 1960-an. Beberapa foto tiap kelulusan bergantung di dekat pintu masuk, dari putih hitam jadi warna.

Tetapi jumlah pelajar yang kelihatan dan mendadak turun dari sekitaran tahun 2000, serta tidak ada photo kelulusan dari tahun kemarin. Kewenangan Ten-ei sendiri akan mengulas pemakaian kembali gedung sekolah, kemungkinan disihir jadi menjadi kilang anggur atau museum seni.